Ciwi-Ciwi Squad
by
Aisyah Izzati
- Desember 11, 2018
Photo by Ãœmit Bulut on Unsplash |
Jendela membagi orang dalam dua peran-pengamatt dan yang diamati. Pengintip dan yang diintip. Tapi jug ada (kemungkinan) adegan yang dipersiapkan oleh yang diintip. Dengan kata lain, selain menjadi penonton, lewat jendela, orang jadi punya kesempatan untuk 'mempertontonkan diri'.
Arsitektur yang Lain, p.84
Tak jauh dari yang kita lakukan saat ini. Barangkali demi kepentingan si pengintip pada objek, transparansi lalu diatur. Atau sebagai aktor yang diintip, mungkin sudah dengan format yang sedikit diedit, dipersiapkan untuk menggapai kepentingan pengamat.
![]() |
Iktikaf Ramadhan di kampus |
Microlibrary Bandung (Photo by Sanrok Studio) |
Aktivitas Olahraga di Lapangan Microlibrary (Dokumen Pribadi) |
![]() |
Labo de Mori (Photo by xxx on xxxx) |
Pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini kita akan dibuat langsung jatuh cinta dengan suasana yang ada. Memang bukan pemandangan awan ala-ala pendakian gunung atau hamparan biru pantai. Hanya sebatas beberapa ratus meter persegi lahan hijau yang di atasnya diletakkan beberapa masa bangunan dengan kejujuran materialnya. Ditambah sentuhan terakhir, hawa dingin khas Bandung yang sempurna membungkus penataan studio ini.
![]() |
Gambar diambil dari sudut pintu masuk studio. |
![]() |
Sudut sisi kanan studio. (Girl in frame: Hasna) |
Bangunan pertama adalah studio, atau bahasa ramahnya, kantor arsitek. Bangunan yang memuat aktivitas perancangan dan diskusi arsitektur ini menggunakan tema arsitektur industrial. Mereka tidak memilih AC untuk penghawaan ruangnya. Perancang membebaskan udara keluar masuk bangunan. Selain itu, pencahayaan ruang dikatakan amat cukup dengan mengoptimalkan cahaya matahari lewat dinding transparan di ketiga sisi bangunan. Meskipun amat terbuka, tapi glare cahaya yang diterima dari dalam ruangan hampir tidak ada. Hal tersebut disebabkan adanya pohon-pohon tinggi besar di sekitar yang cukup untuk memfilter intensitas cahaya matahari. Bagian atap studio bukan genteng apalagi asbes. Masih dengan bidang semi transparan yang ditutup tanaman rambat sehingga ruang di bawahnya lebih dingin.
"Tadinya malah tidak ada atap. Kita biarkan ranting dan daun-daun pohon jadi atap alami. Jadi kalau mau makan buahnya tinggal petik deh," kata salah satu karyawan.
Bangunan menarik lainnya yang ada di di area ini adalah rumah sang arsitek. Kejujuran material bangunan benar-benar digunakan di konsep rumah ini. Finishing semen dibiarkan jadi luaran pelapis dinding tanpa keramik maupun cat tembok. Rumah ini terdiri dari tiga lantai.
Dinding-dinding rumah didominasi oleh tembok dan kaca. Tak lupa secondary skin berupa tanaman rambat guna memberi perlindungan privasi ke dalam ruangan tanpa melupakan estetika eksterior rumah. Sisi plus lainnya menurut pemilik rumah adalah mereka dapat langsung mengawasi kinerja karyawannya di studio lewat partisi transparan ini. Pada bagian atas ruang makan terdapat void yang menjadi salah satu akses masuknya cahaya dari dinding dan jendela yang berasal dari lantai tiga.
![]() |
Cangkir-cangkir di meja makan. Karena sudut yang apik jadi kufoto, hehe. |
![]() |
Foto lahan dekat studio diambil dari sudut balkon depan ruang keluarga (bersebelahan dengan ruang makan.) |
Lantai tiga rumah diisi oleh dua kamar tidur tanpa penyekat permanen. Kamar tidur utama langsung terhubung dengan kamar tidur anak. Sedangkan pembatas kedua ruangan ini adalah sebuah tirai. Kamar tidur utama ini terbilang cukup menarik. Agaknya memang dirancang dengan privasi yang tidak terlalu tinggi. Kasur diletakkan menghadap void dan dinding secondary skin bangunan. Sedangkan di sebelah dinding lainnya berbatasan langsung dengan kaca.
Kamar tidur anak juga tidak memiliki pintu sebagai pembatas dan hanya menggunakan tirai sebagai dindingnya. Cahaya masuk ke ruangan dari dinding yang diberi pelubangan jendela mati mengikuti pola dinding dan atap. Bagian atap ruang bermain anak berupa semi transparan. Sedangkan bagian atap ruang tidur lebih tertutup agar memberi kenyamanan saat tidur.
![]() |
Ruang tidur utama |
![]() |
Dinding jendela di sebelah ruang tidur utama |
Bagi sebagian orang konsep transparansi ini mungkin sedikit janggal. Meniadakan batas-batas antar ruangan tentu akan mengurangi tingkat privasi penggunanya. Tapi bagi mereka yang mengusung keterbukaan, konsep ini justru lebih cocok untuk saling mengetahui aktivitas di dalam keluarga. "Sengaja tidak saya beri pintu antara kamar tidur anak dengan kamar tidur utama. Jadi saya lebih enak buat memantau aktivitas anak saya. Anak juga akan lebih nyaman untuk terbuka ke orang tua," kata Nelly, pemilik rumah. Terlebih mengurangi sekat dan dinding-dinding masif akan memberikan kesan yang luas apalagi untuk rumah dengan keterbatasan lahan. Bagi saya alternatif ini menjadi salah satu konsep totalitas dalam memanfaatkan penghawaan dan pencahayaan alami yang tentu akan menghemat biaya pengeluaran listrik.
"Sengaja tidak saya beri pintu antara kamar tidur anak dengan kamar tidur utama. Jadi saya lebih enak buat memantau aktivitas anak saya. Anak juga akan lebih nyaman untuk terbuka ke orang tua," kata Nelly, pemilik rumah.
![]() |
Ruang bermain anak |
Konsep yang digunakan pada rumah di Labo de Mori barangkali patut dicoba sebagai alternatif bagi mereka yang memiliki keterbatasan lahan, namun menginginkan ruang yang terkesan luas. Memilih dinding-dinding transparan dan menghilangkan pembatas bukan berarti sepenuhnya menghilangkan privasi pengguna di dalamnya. Akan tetapi ada tujuan lain yang hendak dicapai dengan sedikit memangkas aspek tersebut. Tidak adanya sekat permanen justru menjadi kelebihan tersendiri dalam hal fleksibilitas ruang. Renovasi tata letak ruang juga dapat sesekali dilakukan di masa mendatang jika dibutuhkan. Aspek privasi masih dapat dicapai dengan memadupadankan elemen lain seperti halnya rumah ini yang memilih dinding kaca dan secondary skin berupa tanaman rambat.