See Ya Ramadhan
Alhamdulillah.
The word I
should say. Thanks God.
Sebulan
penuh perjuangan itu telah terlewati. Bersama semua perbaikan tentunya. Pagi
ini orang-orang mengumbar bahwasnya kali itu akan menjadi sahur terakhir
mereka. Bagiku seharusnya ada tambahan pada kalimat menggantung itu. Agar ini
bukan sahur terakhir di Ramadhan ini, bukan begitu? Yah, setiap orang pasti
selalu mendamba untuk bertemu bulan suci itu pada tahun selanjutnya. Tapi
seharusnya, pun kalau mereka (juga saya) masih ingin bertemu bulan tersebut,
apa yang sudah kita perbuat sebagai langkah perbaikan di Ramadhan ini tidak
lenyap begitu saja. Realitanya, seringkali kita begitu nafsu untuk berburu
pahala di bulan sejuta berkah itu. Membaca Al Quran sampai beberapa kali
khatam, salat rawatib dan dhuha semakin giat, tambah lagi sedekah yang tak
henti-henti. Begitu Ramadhan perlahan berganti menjadi Syawal dan bulan-bulan
selanjutnya, ke mana semua amalan itu pergi?
Kita
menangis ketika mendengar suara gemuruh takbir itu dikumandangkan...
Berharap
pada hari itu kita bak bayi yang terlahir tanpa dosa...
Menjabat
setiap tangan keluarga, memohon maaf dengan kalimat khas idul fitri...
Semerbak
senyum, ramah kepada setiap orang...
Apakah
semua itu hanya bisa dilakukan di hari fitri itu? Bukannya tidak?
Tapi,
sebuah momen yang hanya terjadi sekali dalam setahun ini memang menjadi
pemersatu tersendiri. Siapa juga yang akan menyangka bakal terjadi seperti ini
di tahun selanjutnya.
Bisa jadi
tanpa kehadiran si A, atau si B. Bisa jadi berhari raya di tempat yang tak kita duga, di negeri orang misalnya, atau
bahkan lebih buruknya *na’udzubillah tidak bertemu dengannya lagi.
Kesempatan
yang seharusnya memang tak patut
disia-siakan. Juga jangan hanya getol beribadah semusim.
Bukankah
Istiqomah itu penting?
0 comments