#Puisi 8 : Pemuda - Pemuda yang Ditelan Usia

by - Februari 17, 2015

Kemarin adalah sejuta bangsa
Yang lolongannya diredam gemuruh kereta
Kemarin adalah sejuta rakyat
Yang nyanyiannya dicekik derit pintu-pintu istana
Kemarin adalah sejuta pemimpin
Yang telinganya tersumbat ranum-ranum kertas masak
Kemarin adalah sejuta pemuda
Yang hatinya dilumat dewa-dewa logika
Yang otaknya kandas dikeruk pena tinta

Hari ini adalah sejuta mata
Yang melotot, buta, dan tertawa
Hari ini adalah sejuta telinga
Yang  mendengar, tuli, dan budeg
Hari ini adalah sejuta hidung
Yang mengendus, pilek, dan disumbat
Hari ini adalah sejuta mulut
Yang mengutuk, bisu, dan bersuci

Lolongan itu masih berlari
Dari hati ke hati
Dari rakyat ke rakyat
Dari bangsa ke bangsa
Dari pemuda dan pemuda


Nyanyian itu masih menguak
Tawa, canda, dan dusta
Amarah, berang, dan hampa
Remang, luka, dan nganga
Tangis, sembilu, dan duka

Ranah perlahan melepuh
Dan sejarah selangkah tertimbun
Batang usia beranjak rapuh
Pun baris-baris pemuda  keukeuh
Pada akhirya mati juga

Indra beranjak lemah
Tuk sekadar mencecap cerita, drama, bahkan suasana
Aras-aras akan semakin tak peka
Bertransformasi menjadi nyanyian dan lolongan
Suatu ketika nanti
Tapi pasti

Selagi muda
Kuat-kuat ditempa
Tinggi-tinggi menjunjung cita
Beramah tamah pada hijaunya cerita
Telak! Punggung ini masih milik bangsa

Menggonggonglah!

Hari esok adalah kami
Pemuda-pemuda yang hidup sepanjang masa
Bukan singgahan bukan tepian
Tak berngiang dicaci nyanyian
Tak membumbung disuguh sajian
Tak mengutuk disodor pekikan
Tak lenyap ditatap lolongan

Pemuda ialah
Mata
Telinga
Hidung
Dan


Mulut Indonesia



(Sebuah puisi yg kami persembahkan untuk kalian, di salah satu acara kebersamaan MagnivicA)


***

       Perjalanan ini tak akan kunjung menemukan dermaga hingga kita sendiri bermanfaat pada sejawat. Hormat pada para pendidik yang dikenal maupun tidak dikenal. 
      Jarak tempuh tak dapat direka. Aku masih sama. Seseorang yang mengumpulkan kata-kata sejauh perjalanannya. Memilih, merangkai, dan menyusun pualam-pualam cinta. Hingga tubuh benar ditempa. Hingga hati begitu merindu-Nya. Puisi yang kususun akan tetap berwarna. Jika kalian tetap hendak singgah di dalamnya. Mendekatlah, kita bangun bangsa dan agama ini sama-sama. 
      Jazakallah.
      Setiap doamu begitu berarti.
      Yang kudengar maupun tidak.


Surakarta, 17 Februari 2015
Satu semester setelah saya menempuh kehidupan arsitektur.

Satu semester setelah saya mengulur rasa kekeluargaan kalian-kalian di sana, Insan Cendekia.

You May Also Like

0 comments