Doa Cinta

by - Juli 11, 2014

Malam selalu berarak layaknya bulan yang hanya melintas di gelapnya katulistiwa. Malam itu  aku duduk bersamanya. Tidak, itu dipertengahan jatuhnya matahari di ufuk barat. Dia terduduk setelah beradu kisah pada-Nya. Gerakan salat itu selalu membuatnya merasa lebih baik. Dan matanya yang sembab mulai berbicara padaku. Ya, aku mengerti. Ada sepicis kelelahan dan perasaan bersalah yang Ia tak tahu harus ditujukan kepada siapa.
“Kenapa...?”
Ia hanya tersenyum cekat.
“Aku lelah untuk semua peruntukkan ini. Aku tak pernah memulai, tapi mereka selalu mengatakan aku dibalik semua perkataan dusta itu.”
Ia menghirup nafas. Berat. Dan dihembuskannya perlahan.
“Mengenai apa?” Aku tak pernah sekalipun mendesaknya. Hanya lontaran pertanyaan biasa.
“Segalanya, yang sudah demikian berlalu dan sedang merutukiku. Aku...” Matanya terpejam untuk sesaat. Mungkin ruhnya kali itu pergi ke sebuah perandaian yang ku tak tahu ke mana. “Tidak membencinya atas apaun. Karena-Nya telah ajarkanku makna persaudaraan. Dan aku tak menyukainya lebih dari batas seorang kawan kepada kawan. Karena-Nya telah mengajarakanku tentang Mahabbah

Aku terdiam saja. Membiarkannya menangis seorang diri. Berkutat kepada Tuhannya. Dan sebelum beranjak pergi dariku, Ia berbisik perlahan, “Doakanku semoga dia bukan sebab turunnya keimananku. Dan aku bukan sebab turunnya keimamannya...” 

You May Also Like

0 comments