#Puisi 4 : Kata Maaf Kami

by - Juli 23, 2014

Kami sebenarnya tak mau berjalan ke arah itu-itu juga
Tidak teriakan-teriakan, cemoohan-cemoohan, dan umpatan-umpatan yang memukul lebih telak daripada tinju
           Kami sebenarnya tak mau melangkah ke arah itu-itu juga
Tidak sorotan mata tajam dan hardikan-hardikan yang meruncing bambu pada senja yang kelabu
Kami sebenarnya tak mau mengharu ke arah itu-itu juga
Tidak gunjingan-gunjingan atau serapah yang bernyanyi serenada biru
                Apakah sebenarnya yang mengikat kita selama ini?
                Apakah hanya kasih  dingin dan bengis serigala abu-abu?
                Atau harimau Siberia? Atau perang Negro-Meksiko yang sering bertemu di                           ghetto-ghetto?
Tetapi, bukankah ini juga upacara suci?
Di mana anggur perjamuannya telah memabukkan hati kami
Bagaimana ini mungkin terjadi, kalau bukan karena derit pintu besi selalu menutup rapat hati kami?
Kalau bukan karena jeruji besi sebesar ibu jari kaki menusuk kedua kornea mata kami?

                Lalu teriakkan kebencian dan jerit kemarahan
                                dari hati ke kaki
                dari jalan ke jalan
                                dari hutan ke hutan
                dari bahu ke bahu
                                dari kamu ke aku
                dari kami ke kamu
                                Lalu siapakah kami?
Kami berlari dari kota ke kota
Kami berlari dari dosa ke dosa
Kami berlari dari kata ke kata
                Kata berlari dari kami ke kami
                Kata berlari dari kami ke kamu
                Kata berlari, dan hanya kamu yang tahu
                Apakah Ia akan sampau

                Apa katamu?
                Apa katamu?

Sempat mungkin kau mengadu
Pada pemilik nyala tungku
Dengan suara tercekik di muara sendu
Dan batin menimbang kaku
kau berkata,
“Tuhan, aku dalam luka.”
                Ia palingkan wajah-Nya dariku
                Bergerak sehasta setengah berlari
                Lalu Ia campakkan aku
                Di telinga-Nya sembilu seribu milikmu
                Akibatku berlaku tanpa ayu
Tergores fraktur sepanjang usia
Tak bersuara, tak bergelombang
Aku hilang terbang melayang
Aku hampa tertitik caya
Kanku dilantik sarjana pendusta?
                Aku layu padamu
                Pada samudra maaf milikmu
                Sebentar lagi
                Aku adalah mimpi
                Yang terbuyar biru
                Yang kembali satu suatu saat nanti
Izinkanku berpulang tanpa deru
Kepada Ia pemilik nyala tungku
Agar Ia kembali bergerak
Sehasta setengah berlari

Apa jawabmu? Apa katamu?
Kata kami, kamu kita


Sebuah puisi persembahan Magnivc A
Pada acara Warkop Intim

/05/2014

You May Also Like

0 comments